Mazhab Tafwîdh Adalah Mazhab Salaf Shaleh
Setelah kami terangkan sebelumnya bawa ta’wîl adalah mazhab Salaf yang telah tetap berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah, kini mari kita teliti masalah tafwîdh.
Tafwîdh dimaksud di sini ialah menyerahkan pemaknaan kata atau kalimat kepada Allah SWT. dengan tidak menafsirkannya, baik makna maupun kaif-nya [1]
Imam Ahmad ibn Hanbal berkata ketika ditanya tentang hadis-hadis sifat:
نُؤْمِنُ بِها و نُصَدِّقُ بها ولا كيف ولا مَعْنَى
“Kami mengimaninya, mempercayainya, dan tanpa kaif dan makna.”
Pernyataan ini telah dinukil dengan sanad shahih oleh al Khallâl. Dan penegasan para imam Salaf bahwa sikap yang harus ditempuh adalah memberlakukan kata-kata sifat itu sebagaimana datang dalam ayat atau riwayat dengan tidak memberikan makna apapun dan terjun dalam menerangkan apa maksudnya adalah sangat banyak untuk dinukil di sini. Di antaranya apa yang ditegaskan Imam at Turmudzi dalam kitab Sunan-Nya:“ Mazhab yang benar dalam masalah ini menurut ahli ilmu dari para imam, seperti Sufyan ats Tsawri, (Imam) Malik ibn Anas, Ibnu Mubârak, Ibnu Uyainah, Wakî’ dan selain mereka ialah mereka meriwayatkan hadis-hadis seperti ini kemudian mereka berkata, hadis-hadis seperti itu diriwayatkan, kita imani dan tidak berkata kaif (bagaimana)?
’ وَ هذا الذي اختارَهُ أهلُ الحديثِ أنْ تُرْوَى، ولا تُفَسَّر، ولا تُتَوَهَم، ولا يُقالُ كيفَ، و هذا أَمْرُ أهلِ العلمِ الذي اختاروه و ذهبوا إليهِ
Inilah mazhab yang dipilih oleh Ahli Hadis, hadis-hadis seperti ini diriwayatkan sebagaimana datangnya, (1) diimani, (2) tidak ditafsirkan, (3) tidak dibayang-bayangkan dan (4) tidak dikatakan kaif?. Inilah pandangan Ahli Ilmu yang mereka pilih dan tempuh.” (Sunan at-Turmudzi, 4/692)
Abu Salafy berkata:
dan kata-kata beliau ولا تُفَسَّر (tidak ditafsirkan) adalah senada dengan ucapan sebagian ulama Salaf ketika berkata: قِراءَتُها تَفْسِيْرُها “Membacanya itulah tafsirnya.”
Sedangkan maksud kata: ولا تُتَوَهَم (tidak dibayang-bayangkan) ialah hendaknya dipalingkan dari makna dzahirnya yang mengesankan adanya penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya, dengan menyerahkan makna yang sebenarnya kepada Allah SWT. Adapun kaif (bagaimana) bentuk dan modelnya maka tidak perlu diserahkan maknanya kepada Allah SWT sebab kaif itu adalah mustahil bagi Allah SWT. seperti ditegaskan Imam Malik:
ولا كيفَ و كيفٌ عنْهُ مرفُوْعٌ
“Tidak boleh dikatakan kaif, sebab kaif itu terangkat (mustahil bagi Allah).” Maksudnya ialah tidak boleh dibayang-bayangkan bagaimana bentuk dan modelnya sifat Allah itu. Inilah mazhab Salaf.
Adz Dzahabi mengutip pernyataan Imam Malik tentang hadis-hadis sifat: أَمِرُّها كما جاءَتْ بِلا تفسيْرٍ “Perlakukan hadis-hadis itu sebagaimana datangnya tanpa ditafsirkan.” (Siyar A’lâm an Nubalâ’, 8/105).
Pada beberapa lembar sebelumnya adz-Dzahabi berkata:
قولنا فی ذالک وبایه: الإقرار والإمرار وتفویض معناه إلی قائله الصادق المعصوم.
“Ucapan kami dalam masalah ini: menerimanya, memberlakukannya dan menyerahkan maknanya kepada penyabdanya yang ma’shum.” Di sini adz-Dzahabi menegaskan bahwa yang harus ditempuh adalah tafwîdh/menyerahkan maknanya kepada yang ma’shum! Dan pandangan seperti ini sesuai dengan pandangan Imam Ahmad di atas: ولا كيف ولا مَعْنَى “… Tanpa kaif dan makna.”
Dengan demikian jelaslah bahwa mazhab Salaf; Imam Ahmad dan para imam dan ahli hadis seperti adz-Dzahabi dan lainnya adalah tafwîdh dan ini adalah akidah yang diyakini para pemuka agama ini dari kalangan Salaf dan Khalaf yang sesuai dengan firman Allah SWT.: “… Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Ibnu Hajar al Asqallani menyebutkan bahwa ada tiga aliran dalam menyikapi nash-nash tentang sifat….”
Aliran Ketiga:
إمرارها علی ما جائت مفوضا معناها إلی الله تعالی
Memberlakukannya sebagaimana datangnya dengan menyerahkan maknanya kepada Allah –Ta’alâ-“ Setelahnya beliau berkomentar, “Ath Tahyyibi berkata:
هذه هوالمذهب المعتمد وبه قال السلف الصالح
"Ini adalah mazhab yang mu’tamad (dipegangi) dan dengannya para Salaf Shaleh bermazhab.” Ibnu Hajar sendiri cenderung mendukung pendapat tafwîdh, ia berkata, “Yang benar adalah menahan diri dari pembahasan seperti ini dan menyerahkannya kepada Allah dalam semuanya dan bercukup-cukup dengan mengimani semua yang Allah tetapkan dalam Kitab-Nya atau atas lisan Nabi-Nya mensucikan secara global.” (Fathu al Bâri,28/168)
Beberapa halaman setelahnya, Ibnu Hajar berkata mengutip al hafidz Ibnu Daqîqil Ied, “Ibnu Daqîqil Ied berkata, “Kami berpendapat tentang sifat-sifat yang musykil bahwa ia benar dan hak, sesuai dengan makna yang dikehendaki Allah. Maka barang siapa mena’wilnya, kami akan perhatikan ta’wilnya, jika ia dekat dengan penggunaan bahasa Arab, kami tidak menentangnya, jika jauh menyimpang maka kami berhenti dan kembali kepada hanya mengimaninya dengan meniadakan penyerupaan, tanzîh.” (Fathu al Bâri,28/168)
Abu Salafy berkata:
Keterangan Ibnu Daqîqil Ied di atas adalah kokoh, darinya dimengerti bahwa ta’wil dan juga tafwîdh adalah metode yang ditempuh para pemuka Salaf. Dan pandangan ini didukung oleh Al Qur’an dan Sunnah! Jadi salahlah anggapan sementara orang yang mengatakan bahwa tafwîdh adalah mazhab Salaf dan ta’wil adalah mazhab Khalaf. Sebab para tokoh Salaf juga melakukan ta’wil dalam kondisi tertentu dan menyerahkan maknanya kepada Allah dalam kondisi dan kasus lain.
Dari sini dapat dimengerti bahwa tuduhan Kaum Wahhabiyah yang diambilnya dari panutan mereka; Ibnu Taimiyah al Harrâni bahwa tafwîdh adalah mazhab paling keji dan menyimpang di antara mazhab-mazhab ahli bid’ah adalah kepalsuan belaka! Ibnu Taimiyah berkata:
فَتَبَيَّنَ أَنَّ أقْوالَ أهلِ التفويضِ الذينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ مُتَّبِعُونَ لِلسُّنَّةِ و السلفِ مِنْ شَرِّ أَقوالِ أهلِ البِدَعِ و الإلْحادِ
“Maka jelaslah bahwa ucapan ahli tafwîdh yang mengaku-aku mengikuti Sunnah dan para Salaf adalah sejelek-jeleknya ucapan ahli bid’ah dan kaum pengingkar Tuhan, ilhâd.” [2]
Tuduhan palsu ini segera mendapat tempat istimewa di kalangan penggede Sekte Wahhabiyah dan dijadikannya hujjah seakan ia wahyu suci yang tiada kebaitilan datang kepadnya baik dari arah depan maupun belakang, firman yang diturunkan dari Dzat Yang Maha Bijak dan Mengetahui!
Ibnu Utsaimin, seorang pimpinan tertinggi Sekte Wahhabiyah setelah kematian Abdul Aziz ibn Bâz, mengatakan,
“Dengannya kita mengetahui kesesatan atau kebohongan mereka yang berkata, ‘mazhab Salaf adalah tafwîdh’. Mereka sesat jika mengatakannya dengan dasar kebodohan akan thariqah Salaf, dan mereka berbohong jika mereka menyengaja memalsu…Ringkas kata, tidak diragukan bahwa mereka yang berkata bahwa mazhab Ahlusunnah adalah tafwîdh telah salah, sebab mazhab Ahlusunnah adalah menetapkan makna (apa adanya, seperti telah disinggung sebelumnya Abu Salafy) dan menyerahkan kaif. Ketahuilah bahwa tafwîdh -seperti dikatakan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah- adalah sejelek-jeleknya ucapan Ahli Bid’ah dan pengingkar Tuhan.” [3]
Selain Ibnu Utsaimin, tokoh Wahhabiyah lain seperti Syeikh Nashiruddin al Albani- yang hanya kenyang dengan uraian Ibnu Taiymiah dan miskin dari siraman uraian para ulama Ahlusunnah- juga terjatuh dalam lembah kebodohan tersebut. Ketika mengomentari kitab Sunnah karya Ibnu Abi Âshim:212, pada ucapan Ibnu Abbas ra., “Mengapakah mereka berpaling dari ayat-ayat yang muhkamât dan binasa dalam ayat-ayat mutasyâbihât.” Ia berkata, “Mereka dipalingkan darinya oleh ta’wîl dan tafwîdh.”
Kata-kata Syeikh Albani ini sungguh menggelikan dan terasa lucu bagi santri abangan sekalipun… tetapi apa hendak dikata, sebab ia pengetahuannya hanya terbatas pada kitab-kitab akidah Ibnu Taimiyah dan kaum Mujassimah lainnya. Maka atas dasar ini, para tokoh Salaf yang telah kami kutip keterangan dan pandangan mereka tentang tafwîdh adalah sejelek-jelek ahli bid’ah dan mereka adalah kaum Mulhidûn,pengingkar Tuhan dan tentunya tidak sungkan-sungkan mereka juga akan memvonis mereka sebagai telah kafir!
Dan inilah Wahhabi… semua ahli bid’ah! Semua kafir! Semua mulhid! Yang muwahhid dan ahlu Sunah hanya Ibnu Taimiyah, Ibnu Abdul Wahhâb dan para pengikutnya.
Selamat atas umat Islam dengan lahirnya Jama’ah Takfiriyah ala Ibnu Taimiyah dan Ibnu Abdil Wahhâb!
____________________________
[1] Kaif maksudnya ialah model atau bentuk sesuatu. Para ulama Salaf tidak menafsirkan ayat atau hadis sifat dengan menyebutkan bagaimana bentuk atau model dari sifat itu, seperti kata –فَرِحَ – ضَحِكَ -غَضِبَ ketika disandarkan kepada Allah SWT. mereka tidak melibatkan diri dalam memaknainya, mereka menyerahkan pemaknaannya kepada Allah SWT. dan salahlah orang yang menganggap bahwa para ulama Salaf mengatakan bahwa sifat-sifat seperti itu memiliki kaif hanya saja ia majhûl tidak diketahui. Ini adalah kebohongan atas nama Salaf!! Perhatikan ini!
[2] Al Muwâqah,1/180. Adapun apa yang ia sebutkan untuk membuktikan ucapannya di atas bahwa para sahabat telah menafsirkan Al Qur’an adalah tidak benar, sebab, memang benar bahwa para sahabat telah menafsirkan Al Qur’an, tetapi mereka dalam banyak kali menyerahkan hakikat makna ayat-ayat sifat kepada Allah… mereka men-tafwidh-kannya kepada Allah SWT. Inilah yang inti dari sikap mereka, dan bukan menafsirkan dengan menetapkan sifat-sifat itu sesuai apa adanya tanpa melibatkan unsur majazi, seperti yang dimaukan Ibnu Taimiyah dan kaum Mujassimah; Musyabbihah lainnya!
[3] Syarah Aqidah al Wâshithiyah:43-44.
0 komentar:
Posting Komentar